Senin, 22 November 2010

Faith Like Potatoes

Frank Rautenbach leads a strong cast as Angus Buchan, a Zambian farmer of Scottish heritage, who leaves his farm in the midst of political unrest and racially charged land reclaims and travels south with his family to start a better life in KwaZulu Natal, South Africa. With nothing more than a caravan on a patch of land, and help from his foreman, Simeon Bhengu, the Buchan family struggle to settle in a new country. Faced with ever mounting challenges, hardships and personal turmoil, Angus quickly spirals down into a life consumed by anger, fear and destruction. Based on the inspiring true story by Angus Buchan the book was adapted for the big screen by Regardt van den Bergh and weaves together the moving life journey of a man who, like his potatoes, grows his faith, unseen until the harvest. Written by Frans Cronje

This inspiring true story of a rugged South African farmer, Angus Buchan, is set in the turbulent hills of the KZN Midlands. Angus' manic quest for material success is slowly transformed into a wild love for God and people, as he wrestles with faith, hope, natural disasters and tragic personal loss. Written by anon.

Selasa, 09 November 2010

Lu aja bisa, masa Gua ga bisa??!!

“sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”

Satu kalimat menarik, yang berisi sebuah kata yang ndak asing, dan bahkan topi SD kita pun melambangkan kata itu. Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani…

Kata TELADAN, memang sangat sering kita dengar. Dan sadar ga sadar, kita pun dituntut untuk menjadi teladan bagi siapapun, di manapun dan kapanpun kita berada.

Kata TELADAN sendiri bagi saya bersifat subyektif. Apa yang dapat saya teladani dari seseorang, berbeda dengan apa yang si ‘A’ teladani dari orang yang sama. Meskipun sama-sama kita meneladani seorang yang sama.

Dan pada kesempatan sore ini, saya akan membagikan apa yang sedang saya teladani dari ‘sesosok’ yang sering disebut ALLAH.

Berdasar ayat yang kita telah baca tadi, dalam, secara keseluruhan kalo ga salah, ayat dan perikop ini sering dibahas ketika akan berbicara mengenai melayani dan bukan dilayani. Tapi kali ini, secara reflektif dan subyektif saya mau membagikan apa yang ALLAH teladankan dan sedang saya teladani yang pun sangat berat bagi saya secara pribadi,:”Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” ALLAH meneladankan kasih bukan hanya memberi teladan sebuah kasih. Tapi DIA sendiri Lah kasih itu. Namun Bagi saya kata mengasihi masih sangat abstrak. Dan hal konkrit yang menjadi perefleksian saya dan mau saya ajak kita untuk sama-sama belajar, bahwa Dia pernah mengatakan “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang kata ini menjadi teladan dari DIA, sebagai bukti kasih yang sering digembar gemborkan orang Kriten, yang sedang saya teladani dan merupakan hal yang sangat berat. Ga gampang untuk bisa menerima orang lain. Apalagi orang lain itu memiliki prinsip yang benar-benar berbeda, memiliki latar belakang yang “ANCUR” menurut kita, apalagi ketika orang itu memiliki kehidupan yang bertolak belakang dari apa yang menurut kita benar.

Ada seorang tokoh yang sering kita dengar, tokoh ini banyak musuhnya. Banyak yang ga suka karena menurut kebanyakan orang,.. dan mungkin juga menurut kita sekarang, bahwa profesi dan kelakuannya sangat-sangat menyebalkan dan merugikan.

Ketika Tuhan Yesus mau datang makan bersama di rumahnya, semua orang bersungut-sungut dan mengatakan "Ia menumpang di rumah orang berdosa."

Ada juga perumpamaan yang Dia bagikan pada murid2Nya mengenai seorang yang abis2an diserang para penyamun, yang sering dikenal dgn kisah orang samaria yang baik hati.

Melalui dua kisah ini, yang mau saya sampaikan, bahwa merasa diri benar bahkan paling benar, adalah salah satu hambatan untuk kita bisa menerima orang lain. Jadi, kita harus selalu sadar bahwa di dunia ini semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.

Yang kedua, kita ga mau menempatkan diri pada posisi orang yang tidak bisa kita terima.

Yang ketiga, jangan-jangan kita belum menerima kasih dari Allah secara utuh dalam hidup kita..??? atau kita ga ngerasa kalo Allah menerima kita apa adanya…???? koQ sampe-sampe kita ga bisa menerima orang laen…????

“Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku.”

Kamis, 04 November 2010

Genggaman tanGan

Dalam sebuah keheninGan...
aku beLajar memahami arti sebuah genggaman tanGan...
Ketika kedua tanGan saLing menggengam...
KembaLi aku meRasakan kehanGatan mengaLir daLam tubuhku..
Seakan kesatuan daLam diri teLah menjadi utuh...